Ketika sudah lama…

Sudah begitu lama rasanya aku tak menulis diblog ini. Setelah banyaknya fase yang kulalui, dari lajang hingga sekarang telah menikah, kemudian diikuti dengan keluarnya dari pekerjaan. Hhhhh….Rasa-rasanya hampir saja blog ini terlupakan olehku.

Memang ada hal lainnya yang tersangkut dan menjadi takdir selain kedua hal itu. Tapi diantara sekian banyak hal yang dilewati untuk diceritakan di blog ini, kedua hal tersebutlah yang rasanya ingin kubagi di blog yang sempat “mati suri” ini. Karena menurutku, kedua hal tersebut suatu lompatan besar dalam hidup yang sedang kujalani ini.

Menikah

“Saya terima nikahnya Nurmedina Nasution binti Haji Djalaluddin Nasution, dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar..TUNAI!”

Continue reading

Pulang Kampung !

Akhirnya, setelah 6 tahun tidak pulang kampung (mudik), lebaran kali ini kami mendapat kesempatan juga untuk pulang kampung. Sebenarnya ini adalah kampung halaman ibu saya yang semenjak tahun 80’an telah hijrah ke Kota Medan. Berada di Kabupaten Tapanuli Tengah dengan nama Ibukotanya Sibolga, Kampung kami itu bernama Desa Hutanabolon, namun juga dikenal dengan nama lain yaitu Kampung Tukka. Untuk mencapai Desa itu, diperlukan + 40 menit perjalanan dari Kota Sibolga.

Banyak hal yang unik kalau kami pulang kampung. Salah satunya adalah dalam perjalanan. Dengan menggunakan jalan darat, kami berangkat pada H min 2 dari Medan menggunakan 2 mobil. Yup, keluarga besar siap-siap berlebaran di kampung. Melewati Kota Tebing Tinggi disusul Kota Siantar akhirnya pun kami tiba di Danu Toba, Prapat. Wuihh, perjalanan masih lumayan jauh. Namun kami merihatkan badan sejenak sembari melaksanakan Shalat disini, sembari menikmati keindahan Danau Toba. Kerennn…

Continue reading

DESAINER GRAFIS VS PELAYAN HOTEL

Kalau anda telah membaca postingan sebelumnya yang berjudul “Menuju Keindahan dan kebahagiaan, Stop Comparing !“, tulisan ini mungkin akan terlihat begitu berseberangan dengan postingan itu. Tapi percayalah, tujuan utama dari tulisan ini bukanlah membandingkan, tapi adalah tuntutan untuk kelayakan. Tidak lebih !

Saya akan bercerita tentang pekerjaan. Suatu pekerjaan yang didasari hobi atau perasaan senang dalam melakukannya, adalah diibaratkan seperti sebuah coklat yang dinikmati oleh penggila coklat, enak ! Kemudian ingin lagi dan lagi. Seperti itu juga pekerjaan yang dilakukan berdasarkan hobi. Jadinya workaholic, dan kemudian seperti tenggelam dalam pekerjaannya sendiri.

Continue reading

Menuju Keindahan dan kebahagiaan, Stop Comparing !

Ini bercerita tentang tokoh asal Timur Tengah, Nasruddin.

Suatu hari, Nasruddin mencari sesuatu di halaman rumahnya yang penuh dengan pasir. Ternyata dia mencari jarum. Tetangganya yang merasa kasihan, ikut membantunya mencari jarum tersebut. Tapi selama sejam mereka mencari, jarum itu tak ketemu juga.

Tetangganya bertanya, “ Jarumnya jatuh dimana?”

“Jarumnya jatuh didalam,” jawab Nasruddin.

“Kalau jarum bisa jatuh didalam, kenapa mencarinya diluar?” Tanya tetangganya.

Dengan ekspresi tanpa dosa, Nasruddin menjawab, “Karena di dalam gelap, di luar terang.”

Begitulah, perjalanan kita mencari kebahagiaan dan keindahan.

Seringkali kita mencarinya di luar dan tidak mendapat apa-apa. Sedangkan daerah tergelap dalam mencari kebahagiaan dan keindahan, sebenarnya adalah daerah-daerah dalam diri. Justru letak “sumur” kebahagiaan yang tak pernah kering, berada di dalam semua orang.

Sayangnya karena factor peradaban, keserakahan dan factor lainnya, banyak orang mencari sumur itu di luar. Ada orang mencari bentuk kebahagiaannya dalam kehalusan kulit, jabatan, baju mahal, mobil bagus atau rumah indah. Tetapi kenyataanya, setiap pencarian di luar tersebut akan berujung pada bukan apa-apa. Karena semua itu, tidak akan berlangsung lama. Kulit, misalnya, akan keriput termakan usia, mobil mewah akan berganti model terbaru, jabatan juga akan hilang karena pensiun.

“Setiap perjalanan mencari kebahagiaan dan keindahan di luar, akan selalu berujung pada bukan apa-apa, leads you to nowhere. Setiap kekecewaan hidup yang jauh dari keindahan dan kebahagiaan, berangkat dari mencarinya di luar.”

Continue reading

Kerja tidak sama dengan kerja !!?

Entah kenapa, tiba-tiba saya tertarik menulis tentang masalah kerja. Mungkin karena tiba-tiba juga banyak orang disekitarku yang bicara masalah kerja?!! Cari kerja, pindah kerja, berhenti bekerja, sampai malas bekerja !

Yang cari kerja, -sibuk baca lowongan, buat lamaran, wawancara dimana-mana, dan selalu pakai baju kemeja. Yang mau pindah kerja, -mengeluh masalah gaji dan keadaan kantor yang membosankan. Sementara yang berhenti bekerja, tak tahu harus bagaimana. Karena, usia udah memasuki gerbang “ketuaan” untuk melamar pekerjaan. Dan yang malas bekerja, -ahh sudahlah tak usah dibahas aktifitasnya. Yang pasti ada, meski cuma duduk dan senyum manis dipojok sembari mengkhayal jadi orang kaya.

Continue reading

Klien Menyebalkan

Sudah menjadi menjadi kebiasaan bagi saya berinteraksi secara langsung dengan klien. Berkomunikasi, merealisasikan keinginan klien melalui pencitraan dan memberikan kemampuan terbaik.

Memang banyak suka dan murkanya ketika berhadapan dengan klien-klien tersebut. Mengingat beragamnya bentuk keperluan dan tipikal mereka. Ada yang mau cepat, ada yang pelit dan ada yang model pengatur. Ada juga yang santai, bawa buah tangan, suka muji , dlsb. Pokoknya macam-macam deh.

Beberapa bulan lalu, saya ketemu dengan klien yang memiliki bengkel yang cukup punya nama. Dia punya cabang dibeberapa kota besar. Sebut saja namanya si Lokot. Si Lokot ini datang langsung untuk mengurus masalah design. Bicara konsep dan segala macam keperluan lainnya.

Continue reading

Anak Medan kali….(Ini Medan Bang !!)

Sejarah

Kota Medan berkembang dari sebuah kampung bernama Kampung Medan Putri, yang didirikan oleh Guru Patimpus sekitar tahun 1590-an. Guru Patimpus adalah seorang putra Karo bermarga Sembiring Pelawi dan beristrikan seorang putri Datuk Pulo Brayan.

Dalam bahasa Karo, kata “Guru” berarti “Tabib” ataupun “Orang Pintar”, kemudian kata “Pa” merupakan sebutan untuk seorang Bapak berdasarkan sifat atau keadaan seseorang, sedangkan kata “Timpus” berarti bundelan, bungkus, atau balut. Dengan demikian, maka nama Guru Patimpus bermakna sebagai seorang Tabib yang memiliki kebiasaan membungkus sesuatu dalam kain yang diselempangkan di badan untuk membawa barang bawaannya. Hal ini dapat diperhatikan pada Monumen Guru Patimpus yang didirikan di sekitar Balai Kota Medan.

Continue reading